Pages

Asuhan Keperawatan ( Askep ) Asma Bronkhial

A. Pengertian
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronkhial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.

B. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti : debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.


2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti : udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial yaitu :

a. Faktor predisposisi
- Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi
- Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

- Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau.

- Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

- Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.

Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

E. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
  • Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
  • Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
  • Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
  • Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
  • Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
  • Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
  • Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
  • Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
F. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:
  • Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
  • Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
  • Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas :
  • Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
  • Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
  • Tidur dalam posisi duduk tinggi.
Pernapasan :
  • Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
  • Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
  • Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
  • Adanya bunyi napas mengi.
  • Adanya batuk berulang.
Sirkulasi :
  • Adanya peningkatan tekanan darah.
  • Adanya peningkatan frekuensi jantung.
  • Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
  • Kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego :
  • Ansietas
  • Ketakutan
  • Peka rangsangan
  • Gelisah
Asupan nutrisi :
  • Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
  • Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan sosial :
  • Keterbatasan mobilitas fisik.
  • Susah bicara
  • Adanya ketergantungan pada orang lain.
Seksualitas :
  • Penurunan libido
G. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa-1: Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.

INTERVENSI RASIONAL :
a. Mandiri
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas,
contoh : mengi
  • Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
  • Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan,penggunaan obat bantu.
  • Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien,
contoh : meninggikan kepala tempat tidur , duduk pada sandaran tempat tidur
  • Pertahankan polusi lingkungan minimum,
contoh: debu, asap dll
  • Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung, memberikan air hangat.
b. Kolaborasi
  • Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
  • Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.
  • Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut.
  • Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
  • Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
  • Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
  • Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
Diagnosa -2: Malnutrisi b/d anoreksia
Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.

INTERVENSI RASIONALISASI :
a. Mandiri
  • Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
  • Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
b. Kolaborasi
  • Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
  • Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea.
  • Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
  • Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan.
Diagnosa-3: Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus)
Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat.

INTERVENSI RASIONALISASI :
a. Mandiri
  • Kaji/awasi secara rutin kulit dan membran mukosa.
  • Awasi tanda vital dan irama jantung
b. Kolaborasi
  • Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien.
  • Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
  • Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumpalan cairan/udara.
  • Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
  • Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.
Diognasa-4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Hasil yang diharapkan :
- mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
- Perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.

INTERVENSI RASIONALISASI :
a. Mandiri
  • Awasi suhu.
  • Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
b. Kolaborasi
  • Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram,kultur/sensitifitas.
  • Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
  • Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi
  • Untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti microbial
Diagnosa-5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi, salah mengerti.
Hasil yang diharapkan : - menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.

INTERVENSI RASIONALISASI :
  • Jelaskan tentang penyakit individu
  • Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
  • Tunjukkan tehnik penggunaan inhaler.
  • Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
  • Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
  2. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.
  3. Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta : EGC.
  4. Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”, Jakarta : EGC.